Memahami dan Menerima Diri Sendiri
Memahami dan Menerima Diri Sendiri
“Keren
banget!! Dia bisa diterima PTN itu lewat SNMPTN. Sedangkan aku, Mandiri aja gak
lolos.”
“Jangan
difoto dong, malu wajahku jelek.”
“Lihat
deh dia, udah pinter, cantik lagi. Kurang apa coba?”
Tanpa
kita sadari, kerap kali terlintas di pikiran kita perasaan iri terhadap hidup
orang lain. Kita menginginkan peristiwa dan sesuatu yang orang lain punya. Kita
berusaha agar berhasil dan beruntung seperti orang lain. Perasaan iri, cemas,
dan sedih karena diri kita belum sesukses orang lain adalah perasaan yang
wajar. Kesuksesan orang lain bisa menjadi motivasi untuk lebih giat lagi
melangkah dan berproses dalam kehidupan. Namun, perasaan itu justru menyiksa
kita apabila terus menerus selalu ingin sepadan dengan orang lain.
Kemampuan yang kita miliki tidak dapat disamakan dengan
kemampuan orang lain. Setiap manusia mempunyai kapasitas kemampuan berbeda.
Tujuanmu bisa jadi tampak sama dengan orang lain, namun tidak semua orang harus
menempuh jalan yang sama. Kita tidak perlu mengambil langkah sama persis dengan
orang lain. Justru, cobalah menggunakan temukan jalan yang paling sesuai dengan
keadaanmu.
Memaksakan
diri untuk menjadi orang lain, hingga kapan pun tidak akan pernah “sama” dan
berhasil. Esensinya, setiap manusia diciptakan berbeda dengan jalannya
masing-masing. Hanya bagaimana saja manusia mengolah dan mewujudkan
dengan cara tersendiri. Kita yang mengetahui kekurangan, kelebihan, kemampuan,
dan perasaan yang sedang terjadi pada diri kita. Menjadi diri sendiri
menghasilkan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang lain karena
sesungguhnya kita istimewa dengan menjadi diri kita apa adanya.
“You must love yourself before you love another. By
accepting yourself and fully being what you are, your simple presence can make
others happy” -Anonim
Menjadi dirimu yang
sesungguhnya, berarti kamu punya kendali untuk menceritakan kisah hidupmu
seperti apa. Kamu tidak membiarkan orang lain memberitahu siapa dirimu. Apa
yang orang lain katakan tentang dirimu bukanlah dirimu yang seutuhnya, itu
hanyalah bagian dari interaksi antara dia dan dirimu, yang kemudian diproses
menjadi persepsi dirimu di mata dirinya. Tapi apakah itu dirimu yang
sebenarnya? Apakah itu gambaran lengkap tentang siapa dirimu? Tentu saja,
tidak. Oleh karena itu, tugas kamu adalah menceritakan siapa dirimu yang
sebenarnya. Suatu saat, ketika kamu lelah akan semua kepalsuan, maka mungkin
kamu akan memilih untuk menjadi diri kamu apa adanya. Tentu saja, ini butuh
keberanian dan rasa sayang kepada diri sendiri. Ketika kamu jujur tentang siapa
dirimu, maka kamu akan menemukan hubungan manusia yang berkualitas dan orang
yang menerima kamu apa adanya.
Bersyukur adalah latihan untuk
menumbuhkan kebahagiaan. Hal ini memiliki dampak besar tentang bagaimana kita
menjalani hidup. Ketika kita bersyukur, artinya kita menyadari kalau
kebahagiaan bukan berasal dari hal eksternal yang tidak bisa kita kontrol, tapi
kita memilih untuk bahagia dengan latihan bersyukur. Salah satu latihan
bersyukur adalah dengan mengatakan kepada diri sendiri kalau apa yang kita
miliki sekarang sudah cukup, daripada kita melihat segala kekurangan yang kita
miliki sekarang. Kebanyakan orang punya kebiasaan buruk menyalahkan diri
sendiri karena merasa hidupnya tidak cukup: Tidak cukup kaya, tidak cukup kurus,
tidak punya cukup waktu dan sebagainya. Sebaliknya, kita harus fokus pada
hal-hal yang sudah kita miliki.
Kunci dari bersyukur adalah
menghargai hal yang terlihat biasa-biasa saja, yang sehari-hari ada di dalam
hidup kita. Misalnya, masih bisa bernafas, masih bisa makan setiap hari, masih
bisa berjalan, masih bisa punya internet, bersama orang yang dicintai, dan
sebagainya. Menjadi bahagia tentu saja tidak selalu setiap saat, maka itu kita
perlu latihan bersyukur sebagai pengingat kita untuk bahagia. Hidup yang kita
miliki sekarang lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Sumber : https://michaelbliss.co/2020/08/25/the-gifts-of-imperfection-book-review/
https://pijarpsikologi.org/self-acceptance-menyusun-kebahagiaan-menerima-diri-sendiri/
Comments
Post a Comment